Mengapa Roti Buaya Selalu Ada di Pernikahan Betawi? Yuk Intip Sejarah dan Faktanya!

Mengapa Roti Buaya Selalu Ada di Pernikahan Betawi? Yuk Intip Sejarah dan Faktanya!

Betawi tidak hanya populer kerak telor saja, tapi terhitung roti buaya.

Roti buaya sendiri menjadi keliru satu seserahan mesti yang tersedia didalam pernikahan adat Betawi.

Setiap suku bangsa di Indonesia punya adat istiadat atau budayanya masing-masing. Salah satunya upaca budaya, ritual ini terkait bersama kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Umumnya terdapat makanan yang di sajikan sebagai ciri khas dari upacara tersebut.

Hal ini mirip seperti roti buaya. Roti berupa buaya bukanlah roti biasa, gara-gara roti ini merupakan “barang wajib” saat upacara pernikahan Betawi.

Biasanya roti berupa buaya itu panjangnya kurang lebih 50 sentimeter, kadang kala hingga satu meter dan dibawa oleh pengantin pria pada acara pernikahan.

Selama ini buaya punya konotasi yang buruk. Buaya kerap merujuk pada sebutan “buaya darat”, yakni lambang tidak setia Pesan Roti Buaya .

Lantas mengapa roti berupa buaya diwajibkan dibawa untuk pernikahan masyarakat Betawi? Daripada keliru paham, yuk Moms simak peristiwa dan filosofi roti buaya.

Roti buaya tidak hanya bentuknya yang menarik, tapi terhitung memilik peristiwa dan fisolofis yang unik.

Kehadiran roti berupa buaya didalam pernikahan adat betawi dipengaruhi oleh datangnya bangsa Eropa ke Indonesia.

Jika orang Eropa perlihatkan cintanya bersama memberi bunga, maka orang Betawi berpikiran mesti tersedia lambang lain untuk perlihatkan cinta.

Roti berupa buaya dipilih sebagai lambang dari cinta.

Tidak tersedia yang mengerti tentu kapan masyarakat Betawi merasa memproduksi roti berupa buaya. Namun hal ini dipercaya udah terjadi sejak ratusan th. lalu.

Roti buaya lebih-lebih dijadikan lambang sebuah rutinitas masyarakat Betawi.

Melansir jakarta-tourism.go.id, dahulu banyak buaya di 13 sungai yang menyebar di berbagai tempat di Jakarta.

Buaya selanjutnya dianggap sebagai pelindung suci tempat yang dulunya berawa.

Buaya-buaya siluman oleh masyarakat Betawi dianggap sebagai penunggu sebuah entuk atau sumber mata air.

Pada zaman dahulu jika tersedia tindakan anggota atau sekelompok masyarakat yang mengganggu kebersihan dan ketertiban sumber mata air, maka dapat diberikan sanksi.

Karena buaya udah setia menanti sumber mata air sekaligus sumber kehidupan masyarakat Betawi, maka buaya sesudah itu dianggap sebagai lambang kehidupan.

Masyarakat di kurang lebih sungai Jakarta mengerti pola hidup buaya yang hanya kawin sekali didalam seumur hidupnya.

Hewan buas bergiigi tajam ini tak dapat melacak betina lain saat betina pasangannya mati ataupun menghilang.

Sebuah penelitian Rockefeller Wildlife Refuge (RWR) di Louisiana, United States th. 2008 yang diterbitkan ScienceDaily perlihatkan bahwa, buaya jantan tidak rela berpaling ke betina lain, begitu pula sebaliknya.

Sejauh itu, buaya jantan dapat tetap melindungi betina yang dapat bertelur, dan jantan dapat melindungi telur hingga saat bayi menetas.

Maka dari itu dipilih lah buaya sebagai roti untuk upacara pernikahan di Betawi.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Hotel di Jogja, Cocok untuk Honeymoon hingga Babymoon!

Filosofi Roti Buaya

Roti buaya konon terinspirasi dari tingkah buaya yang hanya kawin sekali selama hidup mereka, roti selanjutnya dipercaya mewakili loyalitas para pasangan yang dapat menikah.

Buaya terhitung merupakan hewan perkasa yang mampu hidup di dua dunia. Artinya lambang buaya digunakan sebagai harapan agar rumah tangga menjadi tangguh dan mampu bertahan hidup dimanapun mereka tinggal.

Roti berupa buaya terhitung punya arti sebagai lambang kehandalan, gara-gara dianggap roti merupakan makanan golongan atas.

Tak heran kecuali roti berupa buaya punya posisi mutlak didalam masyarakat Betawi gara-gara mempunyai tujuan agar pasangan suami istri saling berbakti, punya jaman depan yang lebih baik, dan mampu hidup sejahtera serta mapan samapi akhir hayat.

Oleh gara-gara itu, setiap prosesi acara pernikahan Betawi, mempelai pria tetap membawa sepasang roti berupa buaya berukuran besar, dan roti buaya berukuran kecil yang di letakkan di atas roti yang disimbolkan sebagai Buaya Wanita.

Baca Juga: 4 Resep Semur Daging Betawi, Empuk dan Lezat!

Dulunya roti berupa buaya dibuat bersama tekstur keras. Hal ini menandakan harapan agar pernikahan ke-2 mempelai mampu langgeng hingga maut menjemput.

Seiring pertumbuhan zaman orang-orang lebih menyukai roti buaya yang bertekstur lembut.

Karena itu tak heran, kecuali sekarang kami lebih menikmati roti berupa buaya lembut dan lebih nyaman dimakan.

Roti buaya sekarang terhitung dibuat seindah bisa saja bersama berbagai variasi rasa yang membawa dampak barang siapa dambakan mencicipinya.

Saat ini, sejalan bersama pertumbuhan jaman roti berupa buaya ini semakin banyak dibuat dari adonan roti yang manis dan terhitung mempunyai kandungan coklat, keju atau strawberry.

Selain itu, sekarang mampu segera dikonsumsi oleh keluarga mempelai wanita.

Membuat roti berupa buaya tidaklah sulit, gara-gara bahan dasarnya sangat sederhana: tepung terigu, gula pasir, margarin, garam, ragi, susu bubuk, telur, dan pewarna.

Keseluruhan bahan diaduk dan diaduk hingga rata, sesudah itu dibentuk seperti buaya dan di panggang hingga matang.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *